Sunday 3 July 2016

MANFAAT PUASA ENAM HARI SETELAH IDUL FITRI

‏Manfaat puasa sunah enam hari di bulan Syawwal

Imam Ibnu Rajab Al-Hambali menerangkan beberapa manfaat shaum enam hari di bulan Syawwal, yaitu sebagai berikut:

    Shaum enam hari di bulan Syawwal menggenapkan pahala shaum Ramadhan menjadi pahala shaum satu tahun penuh.
    Kedudukan shaum sunah di bulan Sya’ban dan Syawwal terhadap shaum Ramadhan adalah seperti kedudukan shalat sunah Rawatib (qabliyah dan ba’diyah) terhadap shalat wajib lima waktu. Shaum sunah tersebut menyempurnakan kekurangan yang terjadi selama pelaksanaan shaum wajib Ramadhan.
    Melakukan shaum kembali seusai melaksanakan shaum Ramadhan merupakan pertanda diterimanya shaum Ramadhan seorang hamba. Jika Allah SWT menerima amal shalih seorang hamba, maka Allah SWT akan memberi petunjuk kepada hamba tersebut untuk melakukan amal shalih lainnya. Sebagaimana sering dikatakan oleh para ulama, “Balasan bagi sebuah amal kebajikan adalah amal kebajikan lainnya.” Barangsiapa melakukan amal kebajikan lalu ia lanjutkan dengan amal kebajikan lainnya, maka hal itu menjadi pertanda amal kebajikan pertamanya telah diterima dan diberkahi oleh Allah. Adapun jika amal kebajikan diikuti oleh amal keburukan, maka hal itu adalah sinyal buruk tertolaknya amal kebajikan tersebut.
    Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits shahih, shaum Ramadhan yang dilakukan atas dasar iman dan mengharap balasan di sisi Allah semata akan menghapus dosa-dosa kecil yang telah lalu. Pada hari idul fitri, Allah menyempurnakan pahala bagi orang-orang yang shaum. Maka shaum enam hari di bulan Syawwal adalah wujud dari syukur kepada Allah atas dua nikmat besar tersebut; (a) nikmat shaum Ramadhan yang penuh berkah dan maghfirah dan (b) nikmat balasan pahala di hari idul fithri. Allah SWT telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mensyukuri nikmat shaum Ramadhan dengan mengumandangkan dzikir, takbir, dan bentuk-bentuk syukur lainnya. Allah SWT berfirman,

{وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}

“Hendaklah kalian menyempurnakan bilangan (bulannya) dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya kepada kalian dan agar kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah (2): 185)

Sebagian ulama salaf apabila diberi nikmat mampu melaksanakan shalat tarawih dan witir di malam  hari, maka mereka mengungkapkan wujud syukur atasnya dengan melakukan shaum sunah di siang harinya.

Seorang ulama yang shalih, Wuhaib bin Ward pernah ditanya tentang pahala amal kebajikan seperti thawaf dan lainnya, maka ia menjawab, “Janganlah kalian bertanya tentang pahalanya! Namun tanyakanlah kewajiban bersyukur atas orang yang melakukan amal kebajikan tersebut, karena Allah telah memberinya taufik dan pertolongan untuk mampu beramal kebajikan.”

Setiap nikmat Allah kepada seorang hamba baik dalam urusan agama maupun dunia menuntut adanya rasa syukur. Adanya taufik dari Allah kepada seorang hamba untuk mensyukuri nikmat tersebut juga merupakan sebuah nikmat tersendiri yang harus disyukuri. Dan taufik dari Allah untuk mensyukuri nikmat kedua ini adalah nikmat tersendiri pula yang wajib disyukuri. Maka, selamanya seorang hamba tidak akan mampu mengungkapkan rasa syukurnya secara sempurna kepada Allah. Pada hakekatnya, syukur adalah pengakuan seorang hamba atas ketidak mampuannya untuk menghitung dan mensyukuri seluruh nikmat Allah kepadanya.

No comments:

Post a Comment